Sabtu, 17 April 2010

Usulan Strategi Korporasi PT "XYZ"

PT "XYZ" adalah sebuah perusahaan swasta nasional yang berdiri pada tanggal 16 Oktober 1975. Perusahaan ini bergerak di bidang pengolahan makanan dan minuman jenis masal, khususnya industri: (1) Penyedap makanan (Kecap, Saus Tomat, Sambal}; (2) Sirup; (3} Minuman Tefra-pack (Kotak). Saat ini pasar PT "XYZ" meliputi pasar lokal sebesar 80% (mayoritas di Pulau Jawa) dan 20% pasar ekspor yang tersebar di 17 negara dan di 5 benua. PT "XYZ" merupakan pemimpin pasar domestik di bidang industri kecap, saus tomat, sambal, dan sirup, dan menjadi pesaing kuat di bidang industri minuman kotak.
Karya Akhir ini mengambil topik tentang penentuan usulan strategi korporasi pada PT "XYZ". Seiring dengan dimulainya era globalises! yang dftandai dengan pengurangan/ penghilangan berbagai bentuk hambatan tarif dan non tarif antar negara, persaingan di dunia usaha menjadi semakin tajam. Itulah sebabnya diperlukan perencanaan strafegi agar PT "XYZ" dapat bersaing di pasar intemasional dan mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar. Bila ditinjau dan skala perusahaan, perencanaan strategi ini merupakan langkah awal yang akan menetukan keberhasilan misi (sasaran) yang hendak dicapai perusahaan.
Langkah-langkah dalam menentukan usulan strategi ini terdiri atas: (1} Identrfikasi strategi (evaluasi atas strategi yang ada); (2} Analisis Ungkungan (audit atas kecenderungan lingkungan luas dan struktur industri untuk menentukan peluang dan ancaman, serta faktor kunci keberhasilan); (3) Analisis sumber daya internal (untuk menentukan kekuaian dan kelemahan perusahaan); (4) Analisis kesenjangan (membandingkan strategi dan sumber yang ada dengan analisis SWOT); (5) Formulasi strategi (menyusun strategi).
Berdasarkan matriks SWOT, strategi Kombfnast (gabungan strategi PEKU, PEKA, AKU dan AKA) - merupakan strategi terbaik dan dianggap mampu menghadapi dinamika usaha. Dengan beberapa kondisi sebagai berikut: adanya ancaman pendatang baru dan pesaing yang besar, potensi pasar domesiik dan ekspor yang cukup besar, posisi pangsa pasar domestik yang sangat kuat, teknologi produk dan proses yang relatif baik, dan citra produk yang baik, maka strategi generik yang tepat adalah strategi Diferensiasi.
Dalam hubungan antara strategi generik dan pendekatan portopolio, strategi yang tepat untuk masing-masing produk adalah: (1) Strategi Bertahan/Tumbuh bersama industri untuk pasar kecap domestik, dan strategi Bertahan/Tingkatkan untuk pasar kecap ekspor; (2) Strategi Bertahan/Tumbuh bersama industri untuk saus tomat dan samba!; (3) Strategi Bertahan/Tingkatkan pangsa untuk sirup; (4) Strategi Tingkatkan Pangsa untuk produk minuman kotak dengan prioritas ekspor; (5) Diversifikasi di bidang air mineral dengan strategi Kombinasi, yaitu melakukan joint-venture dengan pihak lain.

Deskripsi Alternatif :

PT "XYZ" adalah sebuah perusahaan swasta nasional yang berdiri pada tanggal 16 Oktober 1975. Perusahaan ini bergerak di bidang pengolahan makanan dan minuman jenis masal, khususnya industri: (1) Penyedap makanan (Kecap, Saus Tomat, Sambal}; (2) Sirup; (3} Minuman Tefra-pack (Kotak). Saat ini pasar PT "XYZ" meliputi pasar lokal sebesar 80% (mayoritas di Pulau Jawa) dan 20% pasar ekspor yang tersebar di 17 negara dan di 5 benua. PT "XYZ" merupakan pemimpin pasar domestik di bidang industri kecap, saus tomat, sambal, dan sirup, dan menjadi pesaing kuat di bidang industri minuman kotak.
Karya Akhir ini mengambil topik tentang penentuan usulan strategi korporasi pada PT "XYZ". Seiring dengan dimulainya era globalises! yang dftandai dengan pengurangan/ penghilangan berbagai bentuk hambatan tarif dan non tarif antar negara, persaingan di dunia usaha menjadi semakin tajam. Itulah sebabnya diperlukan perencanaan strafegi agar PT "XYZ" dapat bersaing di pasar intemasional dan mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar. Bila ditinjau dan skala perusahaan, perencanaan strategi ini merupakan langkah awal yang akan menetukan keberhasilan misi (sasaran) yang hendak dicapai perusahaan.
Langkah-langkah dalam menentukan usulan strategi ini terdiri atas: (1} Identrfikasi strategi (evaluasi atas strategi yang ada); (2} Analisis Ungkungan (audit atas kecenderungan lingkungan luas dan struktur industri untuk menentukan peluang dan ancaman, serta faktor kunci keberhasilan); (3) Analisis sumber daya internal (untuk menentukan kekuaian dan kelemahan perusahaan); (4) Analisis kesenjangan (membandingkan strategi dan sumber yang ada dengan analisis SWOT); (5) Formulasi strategi (menyusun strategi).
Berdasarkan matriks SWOT, strategi Kombfnast (gabungan strategi PEKU, PEKA, AKU dan AKA) - merupakan strategi terbaik dan dianggap mampu menghadapi dinamika usaha. Dengan beberapa kondisi sebagai berikut: adanya ancaman pendatang baru dan pesaing yang besar, potensi pasar domesiik dan ekspor yang cukup besar, posisi pangsa pasar domestik yang sangat kuat, teknologi produk dan proses yang relatif baik, dan citra produk yang baik, maka strategi generik yang tepat adalah strategi Diferensiasi.
Dalam hubungan antara strategi generik dan pendekatan portopolio, strategi yang tepat untuk masing-masing produk adalah: (1) Strategi Bertahan/Tumbuh bersama industri untuk pasar kecap domestik, dan strategi Bertahan/Tingkatkan untuk pasar kecap ekspor; (2) Strategi Bertahan/Tumbuh bersama industri untuk saus tomat dan samba!; (3) Strategi Bertahan/Tingkatkan pangsa untuk sirup; (4) Strategi Tingkatkan Pangsa untuk produk minuman kotak dengan prioritas ekspor; (5) Diversifikasi di bidang air mineral dengan strategi Kombinasi, yaitu melakukan joint-venture dengan pihak lain.

PANJA CAFTA DPR Harus Kontrol Kebijakan Pemerintah yang Liberal

JAKARTA (Suara Karya): Pembentukan Pantia Kerja (Panja) DPR untuk implementasi Kawasan Perdagangan Bebas China-ASEAN (CAFTA) menjadi bentuk kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang pro liberalisasi.
Hal ini ditekankan oleh ekonom Hendri Saparini berkait dengan kebijakan pemerintah mengadopsi prinsip-prinsip liberalisasi ekonomi yang nyaris tanpa reserve.
Karena itu, Panja CAFTA juga diharapkan menjadi momentum penguatan fungsi kontrol DPR, terutama untuk membendung kebijakan liberal yang diusung pemerintah di berbagai sektor perekenomian nasional. Karena itu, Panja DPR juga tidak hanya menitikberatkan terhadap masalah pemberlakukan CAFTA, tetapi juga perjanjian perdagangan bebas dengan negara lainnya.
DPR juga perlu mengagendakan pembahasan sejumlah kebijakan yang cenderung merugikan pelaku usaha maupun konsumen nasional. Hendri Saparini, yang juga Managing Director Econit Advisory Group, menegaskan bahwa pembentukan Panja CAFTA adalah kebutuhan mendesak. Apalagi, dalam kurun 10 tahun terakhir, kerja sama ekonomi yang diusung pemerintah justru tidak berpihak dunia usaha nasional. "Jadi, kerja Panja DPR cukup luas untuk mengevaluasi berbagai kebijakan, baik kerja sama bilateral maupun di tingkat regional. Karena liberalisasi yang luar biasa ugal-ugalan yang diusung pemerintah sudah dilakukan sejak krisis 1998. Jadi, kita bukan hanya bicara perdagangan bebas China-ASEAN," kata Hendri kepada Suara Karya di Jakarta, Kamis (15/4). Dia menambahkan, pembicaraan mengenai renegosiasi CAFTA memang harus mempertimbangkan komponen ASEAN untuk memutuskannya. Namun, kesepakatan-kesepakatan bilateral yang dilakukan dengan sangat cepat oleh pemerintah juga harus dikritisi. Apalagi, masalah ini tidak diatur dalam undang-undang (UU) yang mewajibkan pemerintah untuk meminta kesepakatan dari DPR dalam menandatangani kerja sama ekonomi bilateral dengan negara lain. Padahal, di negara lain, pemerintah harus minta kesepakatan parlemen untuk membuat kesepakatan. "Perjanjian ekonomi dan perdagangan bebas itu memang dampaknya sangat besar. Ini membuat semua negara minta persetujuan dari parlemennya. Mereka (parlemen) mewajibkan adanya embargo policy jika ada referensi FTA yang merugikan," ujar Hendri. Direktur Utama PT Krakatau Steel (KS) Fazwar Bujang memperkirakan, dampak pemberlakuan CAFTA sejak 1 Januari 2010 akan dirasakan sekitar enam bulan ke depan. Karena itu, KS sendiri belum bisa merinci berapa kerugian yang diderita Krakatau Steel.
Menurut Fazwar, yang paling banyak terkena dampak perdagangan bebas dengan China adalah industri hilir baja. Sebab, selama ini, China lebih banyak ekspor produk jadi dan bukan setengah jadi. Hingga akhir tahun 2010, para pelaku industri baja memperkirakan permintaan baja nasional akan naik 10 persen, menjadi 8,8 juta ton dari sebelumnya 8 juta ton per tahun. Penjualan Krakatau Steel hingga akhir tahun diperkirakan 2,4 juta ton, meski permintaan baja diperkirakan cenderung normal sampai akhir tahun. Namun, potensi pasar ini terancam produk baja impor dari China. (Bayu/Andrian)

Analisis Strategi Lingkungan External Internal Ancol

DISKRIPSI ANCOL JAKARTA BAY CITY
Berlokasi di Jakarta Utara, Ancol Jakarta Bay City (Ancol) merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia. Objek wisata terus melakukan pengembangan dengan menambah wahana baru. Salah satu wahana yang baru saja dibuka adalah Ice World, sebuah wahana yang membuat pengunjung seakan-akan berada di Kutub Utara dengan suhu di bawah nol derajat memberikan sensasi dingin yang munusuk kulit hingga ke tulang sumsum, membuat tubuh menggigil sementara nafas yang terembus lewat hidung dan mulut menyembur-nyemburkan buih tipis. Dari langit-langit sebuah ruangan seluas 1.200 m2 diguyurkan butiran¬butiran hujan salju yang lembut. Di kiri-kanan ruangan dihiasi pahatan es berbentuk objek Tujuh Keajaiban Dunia karya pemahat Harpin, Cina Utara. Seperti Taj Mahal, Menara Eiffel, Tembok Cina, Candi Borobudur, Patung Liberty. Betul, inilah pemandangan Ice World, wahana baru di Pantai Carnaval, Ancol. “Tahun 2005-2006, selain mengembangkan wahana permainan baru, kami juga merevitalisasi beberapa gelanggang hiburan yang lama,” ujar Sudiro Pramono, Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) di sela-sela acara public expose perusahaan properti dan pariwisata itu. Asal tahu saja, saat ini di Ancol (dulu disebut Taman Impian Jaya Ancol) memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan. Untuk membangun sebuah wahana anyar dibutuhkan nilai investasi minimal Rp 60 miliar. Sementara itu, biaya pembangunan Ice World menyedot dana Rp 250 miliar.
PJA juga merehab sejumlah wahana yang sudah ada, semisal The Lost Kingdom yang merupakan revitalisasi Gelanggang Samudra. Pertunjukan lumba¬lumba diganti dengan wahana 1001 malam. Wahana ini menyajikan banyak seri petualangan yang dilengkapi Pyramidium Theatre empat dimensi. Selain sarat edukasi tentang biota laut, wahana 1001 malam juga menampilkan kejutan spesial efek berupa cipratan air di wajah, embusan angin dan lainnya yang disesuaikan dengan jalan cerita film yang diputar. Wahana yang dibangun dalam kurun Januari 2005-Februari 2006 itu menelan biaya sekitar Rp 90 miliar.
Adapun Gelanggang Renang direvitalisasi menjadi Athlantic Water Adventures. Di wahana yang menghabiskan modal lebih dari Rp 70 miliar ini, pengunjung dapat menikmati suasana kota kuno Atlantis: mengarungi kedahsyatan taman air, spiral luncur dan kolam arus dengan suasana penuh legenda. Wahana yang mematok tiket masuk Rp 35 ribu/orang itu dioperasionalkan sejak Juli 2005. Tarif wahana Atlantis lebih murah dibandingkan dengan Ice World yang memungut Rp 50 ribu/orang sejak dibuka 23 Desember tahun lalu. Tak sekadar wahana permainan, yang menjadi fokus PJA memoles kecantikan Ancol untuk menyedot pengunjung. Bisnis lahan properti pun ditingkatkan dengan meghadirkan Marina Coast yang lokasinya di pinggir pantai, dekat Puri Marina. Penggarapan kawasan seluas 6 hektare ini sudah rampung dan kini dipasarkan kavling siap huni. Luas kavlingnya dari 300 m2 hingga 1.500 m2 dengan harga Rp 4,5 juta/m2. Total nilai investasi yang dibenamkan Rp 80 miliar dan dilakukan secara bertahap.
Urusan makanan di Ancol pun dibenahi. Dulu, Ancol identik dengan sajian makanan yang tidak enak dan mahal, kini PJA berusaha menghapus citra negatif itu. Makanya, PJA meluncurkan Jimbaran Cafe & Resto. Pengelolaannya dilakukan PJA bersama beberapa pengusaha kafe dan restoran di Jimbaran, Bali. Resto itu dibangun di atas lahan seluas 3 ribu m2 dengan menghabiskan biaya Rp 3 miliar. Di sana terdiri atas empat bangunan khas Bali berkapasitas 500 kursi dan tempat terbuka di pelataran pantai. Resto ini untuk melengkapi 10 gerai franchise milik PJA (Planet Baso dan Columbus Fried Chicken) dengan menggandeng beberapa franchisee, mampu memberikan kontribusi pemasukan ke PJA Rp 3 miliar selama dua tahun. Selama ini, Ancol juga punya Bandar Jakarta sebagai pusat jajan makanan dengan jumlah pengunjung 2-3 ribu orang/bulan dan perputaran uang di bisnis makanan itu mencapai Rp 40-50 juta/hari.
Selain merevitalisasi dan membangun proyek-proyek baru, PJA juga melakukan reklamasi pantai seluas 350 ha secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan 60 ha (tapi baru selesai 28 ha, jadi sisa 32 ha) diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. “Total belanja modal yang kami anggarkan tahun 2005-2006 senilai Rp 325 miliar,” kata Sudiro. Untuk mendanai proyek-proyek itu PJA akan meminjam ke bank sebesar Rp 250 miliar dan sisanya dari kantong sendiri.
Pengembangan berbagai proyek Ancol tak luput dari ambisi PJA. “Setelah kami melakukan introspeksi untuk memenangi persaingan, maka Ancol harus melakukan perubahan. Untuk itu kami mendefinisi ulang visi dan misi Ancol ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata serta properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara,” papar Budi Karya Sumadi, Presdir PJA ketika ditemui di kantornya, Cordova Building Lt. 7, Ancol. Di Asia Tenggara, Ancol memang mesti bersaing ketat dengan tempat rekreasi milik negeri jiran: Genting Island, Malaysia dan Sentosa Island, Singapura. Bagi Budi, core competence yang bisa diandalkan Ancol adalah sebagai edutainment centre. Dengan demikian, pihaknya berharap 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular. “Tapi kami sadar untuk mencapai itu butuh tatanan¬tatanan, yaitu Ancol Reborn. Tahapannya: Ancol Excellent, setelah itu Ancol Reborn,” imbuh Sarjana Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu. Dengan cara kerja Ancol selama ini, Budi pesimistis target itu dapat tercapai. Akhirnya dilakukanlah evaluasi dan ditemukan 130 milestone. Artinya, selain pekerjaan yang existing masih ada 130 pekerjaan lain yang harus dituntaskan semua karyawan.
Ternyata hal yang lebih mendasar dilakukan adalah mengubah pola pikir, yakni dari bekerja dengan tenaga menjadi bekerja dengan hati. Maksudnya, dalam bekerja tidak semata-mata mengejar target tugas, tapi juga melibatkan emosi untuk meraih hasil yang optimal. Ada empat pokok milestone yang dilakukan: strategi inisiatif yang berkaitan dengan keuangan; bisnis; SDM; pengembangan SDM itu sendiri. Dan soal SDM menjadi penekanan utama PJA. Menurut Budi, saat ini pengembangan Ancol ibaratnya kurva linier karena pasar Jakarta sudah maksimal pada titik 10-12 juta orang pengunjung/tahun. “Kami hanya mungkin melakukan pengembangan 10%-20%/tahun. Makanya tiga tahun terakhir kami membenahi Ancol dengan memperbaiki acara-acara dan wahananya,” ungkapnya. Tidak sia-sia, jumlah pengunjung pun mengalami kenaikan. Sebelum direhab Ancol rata-rata dikunjungi 700 ribu orang/bulan, tahun 2005 (6 bulan pascarehab) sudah melampaui 1 juta orang/bulan. Ke depan, PJA menargetkan 1,3-2,4 juta orang pengunjung/bulan dalam genggaman.
Membludaknya jumlah pengunjung Ancol otomatis mendongkrak pendapatan PJA. Lihat saja pada acara jelang Tahun Baru 2006, Ancol memecahkan rekor pendapatan terbesar sepanjang sejarah berdirinya pusat hiburan ini. Dalam sehari (31 Desember 2005) jumlah pengunjungnya mencapai 280 ribu dengan keuntungan kotor Rp 5,89 miliar dari penjualan tiket masuk Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan). Itu belum termasuk pendapatan nontiket, karcis wahana non-Dufan dan partisipasi sponsor. Padahal, untuk menggelar acara tutup tahun 2005 itu Ancol hanya mengabiskan dana Rp 2 miliar dengan menampilkan penyanyi Iwan Fals, Slank, God Bless plus pesta kembang api.
Budi mengklaim, periode 2005 kinerja keuangan PJA tidak mengecewakan. Total pendapatan yang dibukukan Rp 650 miliar. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor properti (30%), karcis Dufan (20%), tiket pintu gerbang (20%), dan sisanya dari wahana lain di dalam kawasan Ancol. Wahana Dufan sepanjang 2005 memberikan kontribusi pendapatan sebesar Rp 120 miliar dan tahun depan diharapkan bertambah menjadi Rp 150 miliar. “Revenue tahun 2006 kami targetkan tumbuh 20% atau sekitar Rp 750 miliar,” imbuh Budi. Adapun pendapatan properti PJA diperoleh dari sewa lahan dan kantor Cordova Building, Apartemen Marina Residence, dan housing Putri Duyung.
Untunglah, kondisi keuangan PJA tidak besar pasak daripada tiang. Simak saja selama tahun 2005 dengan pendapatan sekitar Rp 650 miliar, pengeluarannya kurang- lebih Rp 440 miliar. Pengeluaran terbesar tahun lalu untuk investasi dua wahana: Atlantis dan The Lost Kingdom, yang mencapai Rp 300 miliar. Sisanya, Rp 110 miliar untuk ongkos operasional dan bayar pegawai sebanyak 1.150 orang. “Sampai saat ini utang kami hanya di Bank DKI senilai Rp 20 miliar,” kata Budi.
Strategi pricing tiket Ancol tidak dilakukan bundling sebagaimana Disneyland di Tokyo, Hong Kong, atau negara lain yang jika dikurskan setara Rp 400 ribu/orang. Itulah sebabnya harga tiket itu dibuat beragam. Katakanlah, untuk tiket masuk gerbang Rp 10 ribu/orang, karcis Dufan Rp 50 ribu/orang pada hari biasa dan hari libur Rp 70 ribu/orang. Harga tiket ini rata-rata naik 10%-20% setiap tahun. Tahun 1985 saat pertama kali Dufan dibuka harga tiketnya Rp 7 ribu/orang dengan tarif pintu gerbang Rp 4 ribu/orang. Namun, di mata masyarakat, harga tiket Ancol masih dianggap kelewat tinggi. “Mestinya tarif tiket Dufan jangan di atas Rp 50 ribu. Kami sebagai orang kecil, termasuk orang-orang di daerah yang memimpikan Ancol hanya bisa gigit jari. Apalagi sekarang biaya hidup mahal, ekonomi makin sulit, sehingga dunia hiburan tidak terjangkau,” keluh Ari Tambih (28 tahun), warga Rawabelong, Jakarta Barat, yang sampai sekarang belum bisa membawa putri semata wayangnya untuk jalan¬jalan ke Ancol.
Bagi Budi tantangan yang dihadapi tidak saja kritikan soal tarif Ancol yang cuma terjangkau segmen menengah-atas, tapi juga masalah: Jakarta belum menjadi daerah tujuan wisata utama. “Indikasinya, coba perhatikan Sabtu dan Minggu atau hari libur, pasti banyak orang Jakarta yang keluar, entah itu ke Bandung, Bali, bahkan ke luar negeri daripada orang yang datang ke Jakarta,” pria kelahiran Palembang, 18 Desember 1956 ini menguraikan.
Sadar akan pasar Jakarta yang mulai jenuh, PJA tak kehabisan akal. Saat ini pihaknya berencana membiakkan Ancol ke beberapa daerah. Sebut saja Bali, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. “Kami tetap memakai brand Ancol untuk pengembangan di beberapa daerah tersebut,” Budi berujar. Maklumlah, dari total 550 ha lahan yang dikuasai Ancol, sekarang yang masih bisa dikembangkan tinggal 200 ha. Pertimbangan dipilihnya daerah tujuan ekspansi itu: daerah turis dan punya income tinggi. Di Bali, selain banyak dikunjungi wisman dan turis lokal juga banyak bersinggungan dengan dunia internasional, apalagi budaya orang Bali sendiri yang mendukung pariwisata. “Ini membuka peluang kami lebih gampang untuk go international,” ucap Budi dengan nada optimistis.
Budi menjelaskan, di Bali PJA menggandeng Pemda Buleleng guna mengembangkan kawasan 250 ha (50 ha di antaranya untuk properti). Saat ini, mereka sedang berancang-ancang membuat masterplan dengan mengundang Baltimore. Di Pulau Dewata ini juga akan dikembangkan dua pola yang selama ini menjadi andalan PJA: pariwisata dan properti. Yang membedakan, nuansa alami Buleleng lebih ditonjolkan. “Jadi lebih ke rekreasi alam ketimbang teknologi,” tuturnya. Untuk tahap awal, sebanyak 6-8 ekor lumba-lumba Ancol akan dipindahkan ke Buleleng dengan membuat wahana di tepi laut. Investasi awal masih diatasi oleh PJA dan Pemda. Akan tetapi, setelah masterplan rampung, tidak menutup kemungkinan bakal mengundang investor lain. Strategi ini dilakukan sebagaimana pengembangan wahana Sea World di Jakarta dengan sistem built, operate and transfer yang hak kelolanya 20-25 tahun. Dan, yang terbaru pengembangan Ice World melibatkan investor Malaysia dan teknologi dari Cina.
Seiring dengan pengembangan kawasan Buleleng, PJA bakal merevitalisasi Singaraja termasuk pelabuhannya, pusat sejarah pemerintahan kerajaan Bali masa lampau. Ini akan menjadi ikon baru Bali dan butuh investasi sekitar Rp 500 miliar. Sebagaimana Ancol Jakarta, investasi ini tidak bisa cepat mengalami titik impas. Jadi, sifatnya jangka panjang, memakan waktu sekitar 30 tahun.
Tak puas di Bali, PJA pun merambah Parangtritis dan Samarinda. Luas lahan Parangtritis yang bakal disulap menjadi wisata ala Ancol 200 ha. Untuk Samarinda, luas lahannya 200 ha dipakai area wisata dan 50 ha untuk properti. “Kami bekerja sama dengan Universitas Mulawarman di Samarinda dan sekarang masuk tahap MoU,” Budi menjelaskan. Dan, kreativitas PJA mengepakkan sayap ke beberapa daerah diacungi jempol oleh Taufik. “Ini menarik karena bisa memberikan alternatif destinasi wisata baru,” kata Associate Partner Head MarkPlus Consulting & MarkPlus Research itu. Sayang, ia kurang setuju kalau mereknya tetap memakai embel-embel Ancol lantaran dianggapnya kurang cocok dengan daerah setempat.
Pendeknya, setumpuk rencana pengembangan bisnis PJA, khususnya Ancol telah disiapkan. Katakanlah Pasar Seni Ancol bakal direposisi sebagai laboratorium seni untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni. Tahap awal, dipaparkan Budi, PJA akan membangun Ancol Art Academy. Jadi, kalau mau belajar seni lukis, seni tari dan seni musik bisa dilakukan di laboratorium seni Ancol.
“Kami ingin tiap tahun ada gereget baru,” tutur Budi. Untuk itu, pihaknya tidak cepat puas dengan apa yang dicapai sekarang, terutama soal penambahan wahana baru yang lebih atraktif. Kehadiran Ice World akhir 2005, bisa jadi ditambah Ice Skating di tahun 2006. Di kawasan Pantai Carnaval ini juga telah diteken MoU pengembangan area konser, stadion musik berkapasitas 5-6 ribu orang. Pertengahan tahun ini mulai digarap dengan melibatkan investor konsorsium lokal. Nantinya, di sekeliling arena bakal ada mal dan kafe dengan nilai investasi sekitar Rp 400 miliar. Saat ini komposisi kepemilikan saham PJA: Pemda DKI (68%), PT Pembangunan Jaya (17%), dan masyarakat (15%).
Strategi pemasaran Ancol selain beriklan di media, juga meluncurkan program Kereta Wisata Ancol bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia pada akhir 2005. Dengan paket ini memudahkan akses warga Bogor, Depok, Bekasi, Serpong dan Tangerang menuju Ancol. Biayanya Rp 19.500-22.500/orang, sudah termasuk tiket masuk dan bus antar-jemput dari stasiun. “Meski Ancol gencar beriklan, saya kok belum terdorong datang ke sana,” ujar Taufik sengit. Baginya, Ancol memang memiliki awareness bagus sebagai tempat rekreasi, tapi lemah dalam pengembangan emotional branding yang terus-menerus membuat orang rindu datang ke sana. Menurutnya, ini kebalikan dari Sentosa Island yang selalu membuat orang ketagihan datang ke Singapura. Apalagi faktor keamanan dan kebersihan di Jakarta, khususnya Ancol, kurang mendukung kampanye pariwisata.

Jumat, 16 April 2010

Ulasan Analisa Efektivitas Strategi Produk Telkom Speedy




Hal menarik dari jasa akses internet broadband Speedy milik Telkom ini, terletak pada varian paket layanan yang ditawarkan ke konsumen beserta tingkat harganya yang jadi lebih beragam. Pada saat ini, Speedy di tawarkan oleh Telkom dengan rentang harga dan kualitas yang cukup lebar, dengan menggunakan uses sebagai basis offeringnya. Ini adalah kreativitas baru, dimana sebelumnya differensiasi layanan biasanya didasarkan pada user type. Namun intinya, perusahaan ingin melayani konsumen dari mulai yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Ini adalah menebar jala yang diharapkan dapat menangkap berbagai ukuran ikan. Buat yang terbatas anggarannya, dapat mencoba paket mail sedangkan yang punya dana besar dapat menggunakan paket biz.

Pertanyaan yang menggelitik saya adalah apakah strategi product proliferation (dimana produk dibuat berkembang biak menjadi lebih banyak) ini cukup efektif untuk meningkatkan revenue dan pertumbuhan Telkom yang sudah mulai redup? Saya termasuk orang yang menyangsikan efektivitas strategi ini. Argumen saya adalah efektivitas strategi tidak hanya tergantung pada substansi, profil, dan kontur dari strateginya, namun dipengaruhi juga oleh magnituge dan timing dalam mengeksekusinya. Strategi yang bagus secara substansi, belum tentu berhasil jika dieksekusi pada waktu dan tempat yang salah. Dengan kata lain, efektivitas strategi akan sangat tergantung pada momentumnya. Apabila momentumnya tepat, maka kinerja strategi dijamin akan maksimal. Dalam kasus speedy, saya menduga bahwa, gempuran speedy ke pasar jasa akses internet ini sudah kehilangan momentum! Khususnya untuk masuk ke pasar individual.

Momentum masuk ke pasar sangat ditentukan oleh mood (suasana hati konsumen) yang terjadi dipasar. Jika mood pasar baik, maka tingkat penerimaan (market acceptance) terhadap produk akan bagus. Namun jika mood pasar sedang jelek, maka produk tidak akan dapat mendarat mulus di hati konsumen, malah minimal akan dicuekin, kalaupun tidak sampai dicemooh konsumen. Masalahnya, ada beberapa hal yang dapat membuat mood pasar menjadi tidak kondusif untuk memasarkan produk. Apa saja yang mempengaruhi mood konsumen? Setidaknya ada 3 hal yang sangat mempengaruhi mood pasar, antara lain yaitu :

  • Tingkat kepuasan pasar terhadap customer value dari produk eksisting yang ditawarkan perusahaan

  • Tingkat preferensi pasar terhadap produk kompetitor yang muncul belakangan (atau lebih baru), termasuk juga produk substitusinya

  • Tingkat resiko yang akan dihadapi konsumen dari adanya gejolak lingkungan makro, yang dikhawatirkan akan menggerus customer value secar sistematis


Untuk kasus Speedy, saya melihat bahwa mood pasar pada saat ini sedang tidak kondusif. Oleh karena itu, strategi poliferasi produk Telkom Speedy saat ini, tidak akan berpengaruh banyak pada peningkatan kinerja Telkom, khususnya di wilayah-wilayah dimana pasar disana sudah dimasuki oleh layanan mobile internet access dari operator seluler. Ada beberapa alasan, mengapa saya menyangsikan keberhasilan Speedy (khususnya di pasar individual), antara lain:

  • Kita tidak bisa menutup mata bahwa kondisi Speedy eksisting belum sesempurna yang diharapkan konsumen. Speedy masih sarat dengan kasus dan keluhan, khususnya yang terkait dengan konsistensi kualitas (tidak sesuai dengan yang dijanjikan), dan yang terkait dengan billing (khususnya yang terkait dengan paket volume dan time based). Kawan saya yang pegawai Telkom pun masih sering terkaget-kaget dapet tagihan jutaan rupiah untuk bayar konsumsi speedy nya (yang mungkin dijual dedet). Kondisi ini membuat pelanggan worry/ khawatir dan terancam. Apalagi bagi pelanggan potensial, ini adalah sesuatu yang akan cenderung menakutkan.

  • Fakta sekarang menunjukkan bahwa mobile internet access, lebih representatif buat para internet user. Paket-paket penawaran akses internet dari operator seluler, jelas lebih dekat dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Trend mengakses internet dari gadget mobile adalah gaya hidup yang sedang bertransformasi menjadi sub kultur, bahkan kultur dari generasi internet (post 1980 birth decade), yang berpotensi menjadi kohort internet addicted. Bersusah payah mengakses internet dengan infrastruktur fixed, merupakan masa lalu yang sudah mulai ditinggalkan, dalam perjalanan sejarah yang linier. Akses fixed itu hanya akan menjadi kebiasaan cadangan (untuk bernostalgia) ketika Telkomsel Flash, Indosat IM2, dan produk-produk sejenis dari Excelcom, 3, dan Axis tidak bisa berfungsi secara optimal.

  • Kompetisi memang tempat bergantungnya pelanggan untuk mendapatkan value produk yang sesuai harapan. Perbedaan harga antar operator dalam jasa akses internet pada saat ini tidak signifikan, Price doesn’t matter! Ada point of parity yang semakin besar dibandingkan dengan point of difference nya. Ini merupakan lubang galian kuburan yang menganga lebar, dan siap mengubur hidup-hidup produk lama yang kalah bersaing, karena kurang kosmetik dan tidak mau operasi plastik. Produk yang tidak bahenol dan tidak perez akan ditinggal konsumen yang sangat meterialistis dan duniawi. Jadi kalau tidak ada gap harga yang bikin ngiler pelanggan, jangan harap produk akan dibeli konsumen. Konsumen sekarang memang sangat pragmatis dan hedonis.


Dengan 3 kondisi di atas, cukup buat saya untuk berhipotesis bahwa strategi Speedy pada saat ini tidak akan efektif. Sebagai pemain pioneer dalam jasa akses internet, saya melihat bahwa Telkom terlalu lamban dalam menyiapkan strategi bersaingnya. Sebagai incumbent yang selalu dikeroyok pemain baru, seharusnya ada pre-emptive move yang dibangun di atas kewaspadaan dan kreativitas. Paling tidak, beberapa hal dibawah ini harus disiapkan:

  • Strategi harga yang makin menurun untuk menggarap 5 segmen konsumen berdasarkan prilaku adopsinya (dari mulai innovator sampai dengan laggard). Di bisnis ini karena terjadi percepatan dalam perkembangan teknologi baru maka scenario penurunan harga harus disiapkan untuk 3-5 tahun mendatang. Namun perhitungan price – volumenya harus dilakukan secara akurat agar tetap dapat mengcover fixed cost dan initial investment yang sudah dikeluarkan. Jangan sekali-sekali bermimpi ada kenaikan harga atau ada harga yg tetap.

  • Inovasi produk harus dilakukan, baik pada tatanan inovasi teknologi, pada tatanan (kosmetik) feature & service, maupun pada innovasi proses bisnis. Ini diperlukan untuk membangun perbedaan yang signifikan antara Speedy dengan para pesaingnya. Kalau perlu ADSL sebagai anchor technologinya harus di innovasi atau dikombinasikan dengan teknologi lain yang lebih maju (misalnya mengkonvergensikannya dengan mobile technology)

  • Strategi untuk menggarap pasar late majority dan laggard harus disiapkan secara sangat fokus. Jika perlu untuk memperluas efek komoditisasi dan membangun kemassalan produk, mungkin harus dilakukan juga reformulasi dan repositioning termasuk melakukan perubahan bisnis proses.